LP ini aku buat saat praktek di RS wava Husada, dengan Pak yuda sebagai Perseptor, alamak keringat dingin gara2 diresponsi, kritis bingiiit ><. LP CVA ini adalah LP yang paling sering aku pake selama profesi. Soalnya ketimbang buat yang baru mending pake LP yang ada, hihihi. AdPara calon perawat mohon jangan meniru ajaran sesat ini. Selama profesi ambil kasus yang bervariasi, biar ada pengalamanya gitu.
Semoga Bermanfaat yah ^^
BAB I
TINJAUAN
PUSTAKA
I.
KONSEP
DASAR CVA
A. Definisi
CVA (Cerebro Vascular Accident) merupakan
kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya
gangguan peredaran darah otak yang dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan
saja dengan gejala-gejala berlangsung selama 24 jam atau lebih yang
menyebabakan cacat berupa kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses
berpikir, daya ingat dan bentuk-bentuk kecacatan lain hingga menyebabkan kematian (Muttaqin, 2008:234).
CVA Infark adalah sindrom klinik yang awal timbulnya
mendadak, progresif cepat, berupa defisit neurologi fokal atau global yang
berlangsung 24 jam terjadi karena trombositosis dan emboli yang menyebabkan penyumbatan yang bisa terjadi di sepanjang
jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua arteria
karotis interna dan dua arteri
vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan
cabang dari lengkung aorta jantung (arcus aorta) (Suzanne, 2002: 2131).
B. Anatomi Fisiologi
1.
Otak
Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh
kurang lebih 100 triliun neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu
serebrum (otak besar), serebelum (otak kecil), brainstem (batang otak), dan
diensefalon. (Satyanegara, 1998)
Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum
dan korteks serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus
frontalis yang merupakan area motorik primer yang bertanggung jawab untuk
gerakan-gerakan voluntar, lobur parietalis yang berperanan pada kegiatan
memproses dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi tingkatnya,
lobus temporalis yang merupakan area sensorik untuk impuls pendengaran dan
lobus oksipitalis yang mengandung korteks penglihatan primer, menerima
informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna.
Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan
ditutupi oleh duramater yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang
memisahkannya dari bagian posterior serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai
pusat refleks yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot, serta mengubah
tonus dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan sikap tubuh.
Bagian-bagian batang otak dari bawah ke atas adalah medula
oblongata, pons dan mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan
pusat refleks yang penting untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin,
batuk, menelan, pengeluaran air liur dan muntah. Pons merupakan mata rantai
penghubung yang penting pada jaras kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer
serebri dan serebelum. Mesensefalon merupakan bagian pendek dari batang otak
yang berisi aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf asenden dan
desenden dan pusat stimulus saraf pendengaran dan penglihatan.
Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus,
subtalamus, epitalamus dan hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan
pengintegrasi subkortikal yang penting. Subtalamus fungsinya belum dapat
dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus akan menimbulkan
hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki atau tangan yang terhempas kuat
pada satu sisi tubuh. Epitalamus
berperanan pada beberapa dorongan emosi dasar seseorang. Hipotalamus
berkaitan dengan pengaturan rangsangan dari sistem susunan saraf otonom perifer
yang menyertai ekspresi tingkah dan emosi. (Sylvia A. Price, 1995)
2.
Sirkulasi darah otak
Otak menerima 17% curah jantung dan menggunakan 20%
konsumsi oksigen total tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi
oleh dua pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Da
dalam rongga kranium, keempat arteri ini saling berhubungan dan membentuk
sistem anastomosis, yaitu sirkulus Willisi.(Satyanegara, 1998)
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria
karotis komunis kira-kira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk
ke dalam tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi
arteri serebri anterior dan media. Arteri serebri anterior memberi suplai darah
pada struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan putamen basal ganglia,
kapsula interna, korpus kolosum dan bagian-bagian (terutama medial) lobus
frontalis dan parietalis serebri, termasuk korteks somestetik dan korteks
motorik. Arteri serebri media mensuplai darah untuk lobus temporalis,
parietalis dan frontalis korteks serebri.
Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria
subklavia sisi yang sama. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen
magnum, setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu
membentuk arteri basilaris, arteri basilaris terus berjalan sampai setinggi
otak tengah, dan di sini bercabang menjadi dua membentuk sepasang arteri
serebri posterior. Cabang-cabang sistem
vertebrobasilaris.
Ini memperdarahi medula oblongata, pons, serebelum, otak
tengah dan sebagian diensefalon. Arteri serebri posterior dan cabang-cabangnya
memperdarahi sebagian diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan temporalis,
aparatus koklearis dan organ-organ vestibular. Darah vena dialirkan dari otak
melalui dua sistem: kelompok vena interna yang mengumpulkan darah ke vena galen
dan sinus rektus, dan kelompok vena eksterna yang terletak di permukaan
hemisfer otak yang mencurahkan darah ke sinus sagitalis superior dan
sinus-sinus basalis lateralis, dan seterusnya ke vena-vena jugularis,
dicurahkan menuju ke jantung. (Harsono, 2000)
Sirkulasi Willisi adalah area dimana percabangan arteri
basilar dan karotis internal bersatu. Sirkulus Willisi terdiri atas dua arteri
serebral, arteri komunikans anterior, kedua arteri serebral posterior dan kedua
arteri komunikans anterior. Jaringan sirkulasi ini memungkinkan darah
bersirkulasi dari satu hemisfer ke hemisfer yang lain dan dari bagain anterior
ke posterior otak. Ini merupakan sistem yang memungkinkan sirkulasi kolateral
jika satu pembuluh mengalami penyumbatan. (Hudak & Gallo, 2005: 254)
C. Etiologi
Ada beberapa
penyebab CVA infark (Muttaqin, 2008: 235)
1.
Trombosis serebri
Terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan
iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan edema dan kongesti disekitarnya.
Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur.
Terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah.
Trombosis serebri ini disebabkan karena adanya:
a.
Aterosklerostis:
mengerasnya/berkurangnya kelenturan dan elastisitas dinding pembuluh darah
b.
Hiperkoagulasi: darah yang
bertambah kental yang akan menyebabkan viskositas/ hematokrit meningkat
sehingga dapat melambatkan aliran darah cerebral
c.
Arteritis: radang pada arteri.
2.
Emboli
Dapat terjadi karena adanya penyumbatan pada pembuluhan darah otak oleh
bekuan darah, lemak, dan udara. Biasanya emboli berasal dari thrombus di
jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebri. Keadaan-keadaan yang
dapat menimbulkan emboli:
a.
Penyakit jantung reumatik
b.
Infark miokardium
c.
Fibrilasi dan keadaan aritmia
: dapat membentuk gumpalan-gumpalan kecil yang dapat menyebabkan emboli cerebri
d.
Endokarditis : menyebabkan
gangguan pada endokardium
Faktor
Resiko Terjadinya CVA (Brunner & Suddarth, 2000: 94-95) :
a. Hypertensi, faktor resiko
utama
b. Penyakit kardiovaskuler
c. Kadar hematokrit tinggi
d. DM (peningkatan
anterogenesis)
e. Pemakaian kontrasepsi oral
f.
Penurunan
tekanan darah berlebihan dalam jangka panjang
g. Obesitas, perokok,
alkoholisme
h. Kadar esterogen yang tinggi
i.
Usia
> 35 tahun
j.
Penyalahgunaan
obat
k. Gangguan aliran darah otak
sepintas
l.
Hyperkolesterolemia
m. Infeksi
n. Kelainan pembuluh darahh otak
(karena genetik, infeksi dan ruda paksa)
o. Lansia
p. Penyakit paru menahun (asma
bronkhial)
q. Asam urat
Faktor
resiko CVA infark (Muttaqin, 2008: 236) :
a.
Hipertensi.
b.
Penyakit
kardiovaskuler-embolisme serebri berasal dari jantung: Penyakit arteri
koronaria, gagal jantung kongestif, hipertrofi ventrikel kiri, abnormalitas
irama (khususnya fibrilasi atrium), penyakit jantung kongestif.
c.
Kolesterol tinggi
d.
Obesitas
e.
Peningkatan hematokrit
f.
Diabetes Melitus
g.
Merokok
E. Klasifikasi CVA
Berdasarkan
patologi dan manifestasi klinis :
1.
Stroke Haemorhagi
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan
subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak
tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun
bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun.
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal yang akut
dan disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara
spontan bukan oleh karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya
pembuluh arteri, vena dan kapiler. (Djoenaidi Widjaja et. al, 1994).
Perdarahan
otak dibagi dua, yaitu:
a)
Perdarahan Intraserebral
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena
hypertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa
yang menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang
terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak.
Perdarahan intraserebral yang disebabkan karena hypertensi sering dijumpai di
daerah putamen, talamus, pons dan serebelum. (Simposium Nasional Keperawatan
Perhimpunan Perawat Bedah Syaraf Indonesia, Siti Rohani, 2000, Juwono, 1993:
19).
b)
Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau
AVM. Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan
cabang-cabangnya yang terdapat di luar parenkim otak (Juwono, 1993: 19).
Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang sub arachnoid menyebabkan TIK meningkat
mendadak, meregangnya struktur peka nyeri dan vasospasme pembuluh darah
serebral yang berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan
kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemi sensorik, afasia, dll).
(Simposium Nasional Keperawatan Perhimpunan Perawat Bedah Syaraf Indonesia,
Siti Rohani, 2000).
Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid
mengakibatkan tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur
peka nyeri, sehinga timbul nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk
dan tanda-tanda rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatam TIK yang mendadak
juga mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran.
Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebral.
Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan,
mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan dapat menghilang setelah minggu ke 2-5.
Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal
dari darah dan dilepaskan kedalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri
di ruang subarakhnoid. Vasispasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global
(nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan
hemisensorik, afasia danlain-lain).
Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak
dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui
proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan aliran
darah otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula
dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh
kurang dari 20 mg% karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25
% dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma
turun sampai 70 % akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat otak
hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O2 melalui proses metabolik anaerob, yang
dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak.
Tabel
1. Perbedaan perdarahan Intra Serebral (PIS) dan Perdarahan Sub Arachnoid (PSA)
Gejala
|
PIS
|
PSA
|
Timbulnya
Nyeri
Kepala
Kesadaran
Kejang
Tanda
rangsangan Meningeal.
Hemiparese
Gangguan
saraf otak
|
Dalam
1 jam
Hebat
Menurun
Umum
+/-
++
+
|
1-2
menit
Sangat
hebat
Menurun
sementara
Sering
fokal
+++
+/-
+++
|
Disadur dari Laporan Praktik Klinik KMB di
Ruang Syaraf RSUD Dr. Soetomo Surabaya
2.
Stroke Non Haemorhagic (CVA Infark)
Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral,
biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi
hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia
dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. Kesadaran umummnya baik.
Perbedaan
CVA infark dan haemoragie :
Gejala (anamnesa)
|
Infark
|
Perdarahan
|
Permulaan (awitan)
Waktu (saat “serangan”)
Peringatan
Nyeri Kepala
Kejang
Muntah
Kesadaran menurun
|
Sub akut/kurang mendadak
Bangun pagi/istirahat
+ 50% TIA
+/-
-
-
Kadang sedikit
|
Sangat akut/mendadak
Sedang aktifitas
-
+++
+
+
+++
|
Koma/kesadaran menurun
Kaku kuduk
Kernig
pupil edema
Perdarahan Retina
Bradikardia
Penyakit lain
Pemeriksaan:
Darah pada LP
X foto Skedel
Angiografi
CT Scan
Opthalmoscope
Lumbal pungsi :
· Tekanan
· Warna
· Eritrosit
Arteriografi
EEG
|
+/-
-
-
-
-
hari ke-4
Tanda adanya aterosklerosis di retina,
koroner, perifer. Emboli pada ke-lainan katub, fibrilasi, bising karotis
-
+
Oklusi, stenosis
Densitas berkurang
(lesi hypodensi)
Crossing phenomena
Silver wire art
Normal
Jernih
< 250/mm3
oklusi
di tengah
|
+++
++
+
+
+
sejak awal
Hampir selalu hypertensi, aterosklerosis, HHD
+
Kemungkinan pergeseran glandula pineal
Aneurisma. AVM. massa intra hemisfer/
vaso-spasme.
Massa intrakranial densitas bertambah.
(lesi hyperdensi)
Perdarahan retina atau corpus vitreum
Meningkat
Merah
>1000/mm3
ada shift
shift midline echo
|
Disadur dari Makalah Simposium Sehari “Peran Perawat dalam
Kegawat Daruratan” dalam Rangka Dirgahayu PPNI XIX di Tirta Graha Lantai V Jl.
Myjen Prof. Dr. Moestopo No. 2 Surabaya (Gedung PDAM Kotamadya Surabaya yang
diselenggarakan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia Dewan Pimpinan Daerah
Tingkat II Kotamadya Suarabaya
Berdasarkan perjalanan penyakit atau stadiumnya:
1.
TIA (Trans Iskemik Attack)
Gangguan neurologis setempat yang terjadi selama
beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan
spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
2.
Stroke involusi
Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana
gangguan neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat
berjalan 24 jam atau beberapa hari.
3.
Stroke komplit
Gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau
permanen. Sesuai dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan
TIA berulang.
F. Tanda Dan Gejala
Menurut Hudak dan Gallo dalam
buku keperawatn Kritis (2000: 258-260), yaitu:
1.
Lobus Frontal
a.
Defisit Kognitif : kehilangan memori, rentang perhatian singkat, peningkatan
distraktibilitas (mudah buyar), penilaian buruk, tidak mampu menghitung,
memberi alasan atau berpikir abstrak.
b.
Defisit Motorik : hemiparese, hemiplegia, distria (kerusakan otot-otot bicara),
disfagia (kerusakan otot-otot menelan).
c.
Defisit aktivitas mental dan psikologi antara lain : labilitas emosional,
kehilangan kontrol diri dan hambatan soaial, penurunan toleransi terhadap
stres, ketakutan, permusuhan frustasi, marah, kekacuan mental dan keputusasaan,
menarik diri, isolasi, depresi.
2.
Lobus Parietal
a. Dominan :
1. Defisit sensori antara lain
defisit visual (jaras visual terpotong sebagian besar pada hemisfer serebri),
hilangnya respon terhadap sensasi superfisial (sentuhan, nyeri, tekanan, panas
dan dingin), hilangnya respon terhadap proprioresepsi (pengetahuan tentang
posisi bagian tubuh).
2. Defisit bahasa/komunikasi
·
Afasia ekspresif (kesulitan
dalam mengubah suara menjadi pola-pola bicara yang dapat dipahami)
·
Afasia reseptif (kerusakan
kelengkapan kata yang diucapkan)
·
Afasia global (tidak mampu
berkomunikasi pada setiap tingkat)
·
Aleksia (ketidakmampuan untuk
mengerti kata yang dituliskan)\
·
Agrafasia (ketidakmampuan
untuk mengekspresikan ide-ide dalam tulisan).
b. Non Dominan
Defisit
perseptual (gangguan dalam merasakan dengan tepat dan menginterpretasi diri/lingkungan) antara lain:
·
Gangguan skem/maksud tubuh
(amnesia atau menyangkal terhadap ekstremitas yang mengalami paralise)
·
Disorientasi (waktu, tempat
dan orang)
·
Apraksia (kehilangan kemampuan
untuk mengguanakan obyak-obyak dengan tepat)
·
Agnosia (ketidakmampuan untuk
mengidentifikasi lingkungan melalui indra)
·
Kelainan dalam menemukan letak obyek dalam
ruangan
·
Kerusakan memori untuk
mengingat letak spasial obyek atau tempat
·
Disorientasi kanan kiri
3.
Lobus Occipital
Deficit lapang penglihatan
penurunan ketajaman penglihatan, diplobia(penglihatan ganda), buta.
4.
Lobus Temporal
Defisit pendengaran, gangguan
keseimbangan tubuh
G. Pemeriksaan Penunjang
Periksaan penunjang pada pasien CVA infark:
1.
Laboratorium :
a.
Pada pemeriksaan paket stroke: Viskositas darah pada
apsien CVA ada peningkatan VD > 5,1 cp, Test Agresi Trombosit (TAT), Asam
Arachidonic (AA), Platelet Activating Factor (PAF), fibrinogen (Muttaqin, 2008:
249-252)
b.
Analisis laboratorium standar
mencakup urinalisis, HDL pasien CVA infark mengalami penurunan HDL dibawah nilai
normal 60 mg/dl, Laju endap darah (LED) pada pasien
CVA bertujuan mengukur kecepatan sel darah merah mengendap dalam tabung darah LED yang tinggi menunjukkan adanya radang. Namun LED tidak menunjukkan
apakah itu radang jangka lama, misalnya artritis, panel metabolic dasar
(Natrium (135-145
nMol/L), kalium (3,6- 5,0
mMol/l), klorida,) (Prince, dkk
,2005:1122)
2.
CT scan : pemindaian ini memperlihatkan secara
spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau
iskemia dan posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan
hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel atau menyebar ke
permukaan otak (Muttaqin, 2008:140).
3.
Pemeriksaan sinar X toraks:
dapat mendeteksi pembesaran jantung (kardiomegali) dan infiltrate
paru yang berkaitan dengan gagal jantung kongestif
(Prince,dkk,2005:1122)
4.
Ultrasonografi (USG) karaois: evaluasi standard untuk mendeteksi gangguan aliran darah karotis
dan kemungkinan memmperbaiki kausa stroke (Prince,dkk ,2005:1122).
5.
Angiografi serebrum : membantu
menentukan penyebab dari stroke secara Spesifik seperti lesi ulseratrif,
stenosis, displosia fibraomuskular, fistula arteriovena, vaskulitis
dan pembentukan thrombus di pembuluh besar (Prince, dkk
,2005:1122).
6.
Pemindaian dengan Positron Emission
Tomography (PET): mengidentifikasi seberapa besar suatu daerah di
otak menerima dan memetabolisme glukosa serta luas cedera (Prince,
dkk ,2005:1122)
7.
Ekokardiogram transesofagus (TEE): mendeteksi sumber kardioembolus
potensial (Prince, dkk ,2005:1123).
8. MRI : menggunakan gelombang magnetik
untuk memeriksa posisi dan besar / luasnya daerah infark (Muttaqin, 2008:140).
H. Penatalaksanaan
Ada bebrapa
penatalaksanaan pada pasien dengan CVA infark (Muttaqin, 2008:14):
1. Untuk mengobati keadaan akut, berusaha menstabilkan TTV dengan :
a.
Mempertahankan saluran nafas
yang paten
b.
Kontrol tekanan darah
c.
Merawat kandung kemih, tidak
memakai keteter
d.
Posisi yang tepat, posisi
diubah tiap 2 jam, latihan gerak pasif.
2. Terapi Konservatif
a.
Vasodilator untuk meningkatkan
aliran serebral
b.
Anti agregasi trombolis:
aspirin untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi
sesudah ulserasi alteroma.
c.
Anti koagulan untuk mencegah
terjadinya atau memberatnya trombosisiatau embolisasi dari tempat lain ke sistem
kardiovaskuler.
d.
Bila terjadi peningkatan TIK,
hal yang dilakukan:
1)
Hiperventilasi dengan ventilator sehingga PaCO2 30-35 mmHg
2)
Osmoterapi antara lain :
-
Infus manitol 20% 100 ml atau
0,25-0,5 g/kg BB/ kali dalam waktu 15-30 menit, 4-6 kali/hari.
-
Infus gliserol 10% 250 ml
dalam waktu 1 jam, 4 kali/hari
3)
Posisi kepala head up (15-30⁰)
4)
Menghindari mengejan pada BAB
5)
Hindari batuk
6)
Meminimalkan lingkungan yang panas
II.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1.
Pengkajian
a.
Identitas
Biasanya dialami oleh usia tua,
namun tidak menutup kemungkinan juga dapat dia alami oleh usia muda, jenis
kelamin, dan juga ras juga dapat mempengaruhi.
b.
Keluhan utama
Kelemahan anggota gerak
sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan kesadaran
pasien.
c.
Riwayat kesehatan sekarang
Stroke infark mendadak saat
istirahat atau bangun pagi,
d.
Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi,
riwayat stroke sebelumnya, diabetes mellitus, penyakit jantung (terutama
aritmia), penggunaan obat-obatan anti koagulan, aspirin, vasodilator, obesitas.
Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penyalahgunaan obat (kokain).
e.
Riwayat penyakit keluarga
Adanya riwayat keluarga yang
menderita hipertensi, diabetes mellitus, atau adanya riwayat stroke pada
generasi terdahulu.
f.
Riwayat psikososial-spiritual
Biaya untuk pemeriksaan,
pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor
biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.
Perubahan hubungan dan peran terjadi karena pasien kesulitan untuk
berkomunikasi akibat sulit berbicara. Rasa cemas dan takut akan terjadinya
kecacatan serta gangguan citra diri.
g.
Kebutuhan
1)
Nutrisi : adanya gejala nafsu
makan menurun, mual muntah pada fase akut, kehilangan sensasi (rasa kecap) pada
lidah, pipi, tenggorokan, disfagia ditandai dengan kesulitan menelan, obesitas
2)
Eliminasi : menunjukkan adanya
perubahan pola berkemih seperti inkontinensia urine, anuria. Adanya distensi
abdomen (distesi bladder berlebih), bising usus negatif (ilius paralitik), pola
defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus
3)
Aktivitas : menunjukkan adanya
kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau
paralise/ hemiplegi, mudah lelah, gangguan tonus otot, paralitik (hemiplegia)
4)
Istirahat : klien mengalami
kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot
h.
Pemeriksaan Fisik
1)
Sistem Respirasi (Breathing) :
batuk, peningkatan produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas,
serta perubahan kecepatan dan kedalaman pernafasan. Adanya ronchi akibat
peningkatan produksi sekret dan penurunan kemampuan untuk batuk akibat
penurunan kesadaran klien. Pada klien yang sadar baik sering kali tidak
didapati kelainan pada pemeriksaan sistem respirasi.
2)
Sistem Cardiovaskuler (Blood)
: dapat terjadi hipotensi atau hipertensi, denyut jantung irreguler, adanya
murmur
3)
Sistem neurologi
a)
Tingkat kesadaran: bisa sadar
baik sampai terjadi koma. Penilaian GCS untuk menilai tingkat kesadaran klien
b)
Refleks Patologis
Refleks babinski positif menunjukan adanya perdarahan
di otak/ perdarahan intraserebri dan
untuk membedakan jenis stroke yang ada apakah bleeding atau infark
c)
Pemeriksaan saraf kranial
·
Saraf I: biasanya pada klien dengan stroke tidak ada
kelainan pada fungsi penciuman
·
Saraf II: disfungsi persepsi visual karena gangguan
jarak sensorik
primer diantara sudut mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visula-spasial
sering terlihat pada klien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat
memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian
ke bagian tubuh.
·
Saraf III, IV dan VI apabila akibat stroke
mengakibatkan paralisis seisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan
gerakan konjugat unilateral disisi yang sakit
·
Saraf VII persepsi pengecapan dalam batas normal,
wajah asimetris, otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat
·
Saraf XII lidah asimetris, terdapat deviasi pada satu
sisi dan fasikulasi. Indera pengecapan normal.
4)
Sistem perkemihan (Bladder) : terjadi inkontinensia urine.
5)
Sistem reproduksi: hemiparese dapat menyebabkan
gangguan pemenuhan kebutuhan seksual.
6)
Sistem endokrin: adanya pembesaran kelejar kelenjar
tiroid
7)
Sistem Gastrointestinal (Bowel) :
adanya keluhan sulit menelan, nafsu makan menurun, mual dan muntah pada fase
akut. Mungkin mengalami inkontinensia alvi atau terjadi konstipasi akibat penurunan
peristaltik usus.
Adanya gangguan pada saraf V yaitu pada beberapa
keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigeminus, didapatkan penurunan
kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang bawah pada sisi
ipsilateral dan kelumpuhan seisi otot-otot pterigoideus dan pada saraf IX dan X
yaitu kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka mulut.
8)
Sistem muskuloskeletal dan
integument : kehilangan kontrol volenter gerakan motorik. Terdapat hemiplegia
atau hemiparesis atau hemiparese ekstremitas. Kaji adanya dekubitus akibat
immobilisasi fisik.
Skala ukuran kekuatan otot
Kekuatan otot
|
Ciri-ciri
|
0
|
Tak bergerak, tak berkontraksi, 100% pasif, apabila
lengan dan kaki diangkat dan dilepaskan akan jatuh
|
1
|
Ada kontraksi, sedikit bergerak, ada tahanan sedikit
saat ekstremitas dijatuhkan
|
2
|
Sedikit dapat menahan daya gravitasi, tetapi tak
mampu menahan dorongan yang ringan dari pemeriksa
|
3
|
Mampu menahan gravitasi tetapi tak mampu menahan
dorongan yang ringan dari pemeriksa
|
4
|
Mempunyai kekuatan otot yang kurang dibanding sisi
yang lain. Dapat menahan gravitasi dan tekanan sedang
|
5
|
Kekuatan utuh (normal) dapat menahan gravitasi,
bergerak dengan kekuatan penuh
|
2.
Diagnosa Keperawatan
No
|
Diagnosa Keperawatan
|
Tujuan Dan Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
1
|
Risiko
ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral
Berhubungan dengan :
·
edema serebral
·
embolisme
·
aterosklerosis
·
koagulasi intravaskuler
|
NOC :
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan perfusi jaringan serebral adekuat dengan
kriteria hasil :
1.
Fungsi neurologis normal (5)
2.
Tekanan intra kranial dalam
batas normal(5)
3.
Tidak terdapat nyeri kepala(5)
4.
Tidak terdapat cartid bruit(5)
5.
Tidak terdapat kegelisahan(5)
6.
Tidak terdapat lesu(5)
7.
Tidak terdapat kecemasan(5)
8.
Tidak ada agitasi(5)
9.
Tidak terdapat muntah(5)
10. Tidak pingsan(5)
|
NIC :
Intrakranial Pressure (ICP) Monitoring
(Monitor tekanan intrakranial)
1.
Berikan
informasi kepada keluarga
2.
Monitor
tekanan perfusi serebral
3.
Catat
respon pasien terhadap stimuli
4.
Monitor tekanan intrakranial pasien dan respon
neurology terhadap aktivitas
5.
Monitor
jumlah drainage cairan serebrospinal
6.
Monitor
intake dan output cairan
7.
Restrain
pasien jika perlu
8. Monitor suhu dan angka WBC
9. Kolaborasi pemberian
antibiotik
10. Posisikan pasien pada
posisi semifowler
11. Minimalkan stimuli dari
lingkungan
Cerebral
Perfussion Promotion
1. Kolaborasi dengan dokter untuk menentukan parameter hemodinamik yang
diperlukan,
2. pertahankan posisi
kepala pasien lebih tinggi 15 derajat
3. hindari aktivitas
secara tiba-tiba
4. pertahankan serum
glukosa pada rentang normal
5. monitor tanda-tanda
perdarahan
6. monitor status
neurologi
|
2
|
Nyeri akut
Berhubungan dengan:
·
agen cedera biologis
|
NOC :
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan Pain Control dengan
kriteria hasil :
1.
Mengenali faktor penyebab (5)
2.
Mengenali onset (lamanya sakit) (5)
3.
Menggunakan metode pencegahan
untuk mengurangi nyeri(5)
4.
Menggunakan metode nonanalgetik
untuk mengurangi nyeri (5)
5.
Mengunakan analgesik sesuai
dengan kebutuhan (5)
6.
Mencari bantuan tenaga kesehatan(5)
7.
Melaporkan gejala pada petugas
kesehatan (5)
8.
Mengenali gejala gejala nyeri(5)
9.
Melaporkan nyeri yang sudah
terkontrol(5)
|
Manajemen nyeri (Pain Management) :
1.
Observasi reaksi nonverbal dari
ketidaknyamanan
2.
Kaji nyeri secara komprehensif
meliputi (lokasi, karakteristik, dan onset, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri)
3.
Kaji skala nyeri
4.
Gunakan komunikasi terapeutik
agar klien dapat mengekspresikan nyeri
5.
Kaji factor yang dapat
menyebabkan nyeri timbul
6.
Anjurkan pada pasien untuk cukup
istirahat
7.
Control lingkungan yang
dapat mempengaruhi nyeri
8.
Monitor tanda tanda vital
9.
Ajarkan tentang teknik
nonfarmakologi (relaksasi) untuk mengurangi nyeri
10.
Jelaskan factor factor yang dapat
mempengaruhi nyeri
11.
Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian obat
Analgesic
Administration
1.
Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
2.
Cek instruksi dokter
tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesik yang
diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika pemberian lebih dari satu
5.
Tentukan pilihan
analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri
6.
Tentukan analgesik
pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal
7.
Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur
8. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali
9.
Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat nyeri hebat
10. Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan gejala (efek samping)
|
3.
|
Resiko
Aspirasi
Faktor resiko :
|
NOC :
Setelah dilakukan tindakan keperawatn aspirasi terkontrol dengan kriteria :
1. Identifikasi faktor
risiko(5)
2. Terhindar dari faktor risiko(5)
3. Posisikan dengan
meninggikan kepala ada saat makan dan minum(5)
4. Pilih makanan sesuai
dengan kemampuannya(5)
5. Posisikan senyaman
mungkin pada saat makan dan minum(5)
6. Jaga keamanan pada
saat makan dan minum(5)
|
NIC:
Aspiration precaution
1.
Monitor tingkat
kesadaran, reflek batuk dan kemampuan menelan
2.
Monitor status paru
3.
Pelihara jalan nafas
4.
Lakukan suction jika diperlukan
5.
Cek nasogastrik sebelum makan
6.
Hindari makan kalau residu masih banyak
7.
Potong makanan kecil kecil
8.
Haluskan obat sebelumpemberian
9.
Naikkan kepala 30-45 derajat setelah makan
|
4.
|
Resiko Injury/
cedera
Faktor resiko :
-
Disfungsi sensorik (penekanan
sensorik patologi intrakranial )
-
Penurunan ketidaksadaran
|
NOC :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
risiko cedera terkontrol dengan kriteria sebagai berikut :
1.
Klien terbebas dari cedera(5)
2.
Klien mampu menjelaskan cara/metode untukmencegah
injury/cedera(5)
3.
Klien mampu menjelaskan factor resiko dari
lingkungan/perilaku personal(5)
4.
Mampumemodifikasi gaya hidup untukmencegah injury(5)
5.
Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada(5)
6. Mampu mengenali perubahan status kesehatan(5)
|
NIC : Environment
Management (Manajemen lingkungan)
1.
Sediakan lingkungan yang
aman untuk pasien
2.
Identifikasi kebutuhan
keamanan pasien, sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu
pasien
3.
Menghindarkan lingkungan
yang berbahaya (misalnya memindahkan perabotan)
4. Memasang side rail
tempat tidur
5.
Menyediakan tempat tidur
yang nyaman dan bersih
6.
Menempatkan saklar lampu
ditempat yang mudah dijangkau pasien.
7. Membatasi pengunjung
8. Memberikan penerangan
yang cukup
9.
Menganjurkan keluarga
untuk menemani pasien.
10. Mengontrol lingkungan
dari kebisingan
11. Memindahkan
barang-barang yang dapat membahayakan
12. Berikan penjelasan
pada pasien dan keluarga atau pengunjung adanya perubahan status kesehatan
dan penyebab penyakit.
|
5.
|
Defisit perawatan diri
Faktor yang berhubungan :
·
kelemahan
·
kerusakan kognitif
atau perceptual
·
kerusakan
neuromuskular/ otot-otot saraf
|
NOC :
Setelah dilakukan tindakan Self care :
Activity of Daily Living (ADLs) terpenuhi dengan kriteria sebagai berikut:
1.
Klien terbebas dari bau badan(5)
2.
Menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan untuk melakukan
ADLs(5)
3.
Dapat melakukan ADLS dengan bantuan(5)
|
NIC :
Self Care
assistance : ADLs
1. Monitor kemempuan
klien untuk perawatan diri yang mandiri.
2. Monitor kebutuhan
klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri, berpakaian, berhias,
toileting dan makan.
3. Sediakan bantuan
sampai klien mampu secara utuh untuk melakukan self-care.
4. Dorong klien untuk
melakukan aktivitas sehari-hari yang normal sesuai kemampuan yang dimiliki.
5. Dorong untuk
melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya.
6. Ajarkan klien/
keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk memberikan bantuan hanya jika
pasien tidak mampu untuk melakukannya.
7. Berikan aktivitas
rutin sehari- hari sesuai kemampuan.
8. Pertimbangkan usia
klien jika mendorong pelaksanaan aktivitas sehari-hari.
|
6.
|
Kerusakan
integritas kulit
Faktor yang berhubungan :
Eksternal :
-
Immobilitas fisik
Internal :
-
Perubahan sensasi
|
NOC :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
Tissue Integrity : Skin and Mucous
Membranes adekuat dengan kriteria hasil :
1.
Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi,
elastisitas, temperatur, hidrasi, pigmentasi) (5)
2.
Tidak ada luka/lesi pada kulit(5)
3.
Perfusi jaringan baik(5)
4.
Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan
mencegah terjadinya sedera berulang(5)
5.
Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban
kulit dan perawatan alami(5)
|
NIC :
Perawatan
luka (wound care)
1. Ganti balutan
2. Bersihkan rambut
diarea luka
3. Kaji karakteristik
luka meliputi : cairan, warna, ukuran
4. Bersihkan menggunakan
NaCl / normal saline / pembersih non toksik
5. Berikan perawatan
diarea insisi
6. Berikan perawatan
pada daerah ulcer
7. Berikan balutan
sesuai dengan tipe luka
8. Jaga kesterilan dalam
melakukan perawatan luka
9. Ganti balutan jika
terdapat banyak eksudat
10. Bandingkan laporan
perkembangan luka setiap hari
11. Ganti posisi pasien
setiap 2 jam sekali
12. Anjurkan untuk
mengkonsumsi cairan yang adekuat
13. Anjurkanpengaturan
makanan yang seimbang
14. Anjurkan pasien atau
keluarga untuk melaporkan jika ada tanda dan gejala infeksi
15. Catat kondisi luka di
buku perkembangan pasien
Pressure Management
1. Anjurkan pasien untuk
menggunakan pakaian yang longgar
2. Hindari kerutan padaa
tempat tidur
3. Jaga kebersihan kulit
agar tetap bersih dan kering
4. Mobilisasi pasien
(ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali
5. Monitor kulit akan
adanya kemerahan
6. Oleskan lotion atau
minyak/baby oil pada derah yang tertekan
7. Monitor aktivitas dan
mobilisasi pasien
8. Monitor status
nutrisi pasien
9. Memandikan pasien
dengan sabun dan air hangat
|
DAFTAR
PUSTAKA
Dochterman,
Joanne McClaskey. (2004). Nursing
Interventions Classification (NIC). United states of America: Mosby
Hudak, C. M. Gallo, B. M. (1996). Keperawatan Kritis Pendekatan
Holistic Edisi holistik volume II. Jakarta: EGC.
Johnson,
Marion, et.al. (2000). Nursing Outcomes
Classification (NOC). United states of America: Mosby.
Herdman, T. Heather. (2012). Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.
Muttaqin, Arif. (2008). Asuhan
Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta: salemba medika.
Price, Sylvia A. (2002).Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne. (1996). Keperawatan
Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Boleh copas, tapi Jangan Lupa Comment yah..
Izin ya gan 😁
BalasHapus